Khuthbah Jumat – Kewajiban Negara Menjaga Rakyat dari Dampak Bencana

Khuthbah Jumat – Kewajiban Negara Menjaga Rakyat dari Dampak Bencana

Khuthbah Cinta Quran Center, Vol. 2/ No. 22 | Topik: Siyasah Syar’iyyah

Download PDF Khuthbah Jumat >> 22-Khuthbah CQC Vol. 2 No. 22 – Kewajiban Negara Menjaga Rakyat dari Dampak Bencana


الخطبة الأول

ِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا.

مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ.

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.

أُوصِينِي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ، وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى:

{يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا} [النساء: 1]

Khathib berwasiat dengan wasiat taqwa, baik kepada diri pribadi maupun kepada para jama’ah sekalian, hendaknya berkeyakinan dengan akidah Islam dan beramal mengamalkan syari’at Islam dalam kehidupan.

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumullâh

Pada sayyid al-ayyâm ini, mari kita doakan saudara-saudara kita yang sedang ditimpa musibah banjir dan longsor, khususnya di Aceh dan Sumatera, semoga Allah menguatkan kesabaran mereka dan mengganti apa yang diambil kembali dengan hal yang jauh lebih baik, Maha benar Allah Azza wa Jalla berfirman:

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا ۝٥ إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا ۝٦

“Maka sesungguhnya bersama suatu kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama suatu kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirâh [94]: 5-6)

Al-Syaikh ‘Atha bin Khalil Abu al-Rasytah dalam Al-Taysîr fî Ushûl al-Tafsîr menuturkan bahwa satu kesulitan, takkan mampu menundukkan dua kemudahan sekaligus, karena lafal yusr[an] (kemudahan) dalam bentuk ism nakirah yang diulang dua kali, menunjukkan adanya duakemudahan itu sendiri, sebaliknya, lafal al-‘usr dalam bentuk ism ma’rifat yang diulang dua kali, menunjukkan bahwa lafal al-‘usr (kesulitan) pada ayat pertama dan kedua, adalah jenis al-‘usr yang sama, yakni satu kesulitan itu sendiri.

Menariknya, Allah menyandingkan kesulitan (al-‘usr) senantiasa disertai oleh kemudahan (yusr[an]), ditandai lafal ma’a, “bahwa sesungguhnya bersama suatu kesulitan itu ada kemudahan”, ditegaskan huruf inna dan pengulangan (al-tikrâr), menegaskan kebenaran informasi yang dikandung dalam ayat ini, bahwa kesulitan itu sifatnya terbatas, sedangkan kemudahan dari Allah itu luas, bentuk dan jumlahnya.

Kabar dari berbagai media menunjukkan, betapa beratnya kondisi warga tertimpa musibah sejak akhir November lalu. Mereka harus bertahan tanpa bantuan memadai, laporan di lapangan memperlihatkan banyak wilayah belum tersentuh bantuan akibat akses terputus, koordinasi lemah, dan infrastruktur rusak.

لِسَانُ الْحَالِ أَفْصَحُ مِنْ لِسَانِ الْمَقَالِ

“Bahasa keadaan lebih fasih (menunjukkan realita) daripada bahasa klaim semata.”

Warga bahkan harus berjalan kaki berhari-hari demi sedikit makanan, menembus longsor dan jalan terputus. Situasi ini menggambarkan ketimpangan distribusi logistik, hingga Gubernur Aceh menegaskan sebagian warganya meninggal bukan karena banjir, tapi kelaparan yang tak tertanggulangi, lâ hawla wa lâ quwwata illa billâh. Keterlambatan penanganan ini mencerminkan paradigma politik yang lebih berorientasi pada kepentingan politik dan pemodal daripada perlindungan rakyat. Demokrasi terkooptasi modal, terlihat dari pembalakan hutan masif yang dilegalkan serta lambannya proses hukum terhadap perusahaan yang diduga memicu bencana. Pengaruh oligarki makin kontras dengan kecilnya alokasi anggaran kebencanaan dalam RAPBN 2026 yang hanya Rp 4,6 triliun, jauh dari memadai bagi negara rawan bencana. Akibatnya, mitigasi melemah, respons darurat tidak merata, dan pemulihan masyarakat terhambat, sementara korban di lapangan menanggung dampak paling besar dari lemahnya prioritas negara.

Di tengah lemahnya sistem penanggulangan bencana saat ini, sudah seharusnya umat meninjau bagaimana Islam menetapkan negara wajib hadir secara nyata melindungi rakyat. Dalam konsep kepemimpinan Islam, terbukti dalam catatan era kekhilafahan, tugas pemimpin lebih dari sekedar urusan administratif, akan tetapi amanah syar‘i yang menuntut ketakwaan, ketegasan, dan keberpihakan penuh pada keselamatan masyarakat. Karena itu, penanganan bencana tidak diserahkan pada mekanisme pasar atau kepentingan politik, melainkan dijalankan berdasarkan ketentuan syariah yang jelas dan mengikat.

Dalam sistem kepemimpinan Islam, al-Khilafah, pengelolaan anggaran negara (Baitul Mal) disusun sesuai hukum syariah. Pos-pos seperti fai’, kharaj, jizyah, dan kepemilikan umum diarahkan untuk memenuhi kebutuhan mendesak rakyat, termasuk korban bencana. Struktur anggaran yang tidak dikuasai kepentingan oligarki memungkinkan negara mengerahkan seluruh potensi finansialnya secara cepat, tepat, dan bebas korupsi. Negara juga memobilisasi masyarakat

secara terorganisasi untuk saling membantu, menguatkan solidaritas sosial sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ :

«المُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا»

“Seorang Mukmin bagi Mukmin lainnya adalah seperti satu bangunan yang bagian-bagiannya saling menguatkan satu sama lain.” (HR. Al-Bukhari, Muslim)

Jika dana Baitul Mal tidak mencukupi, negara memungut dharibah (pungutan) secara syar‘i kepada Muslim yang mampu, sebagai solusi sementara untuk kebutuhan mendesak. Bersamaan dengan itu, negara memastikan seluruh kebutuhan dasar korban terpenuhi—makanan, tempat tinggal, serta pemulihan fasilitas umum seperti jalan, jembatan, listrik, dan air bersih. Dengan mekanisme yang terukur, bebas kepentingan politik, serta berlandaskan syariah, sistem kepemimpinan Islam mampu menghadirkan respons yang cepat, adil, dan memungkinkan masyarakat pulih serta bangkit kembali pascabencana.

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumullâh

Di tengah lemahnya tata kelola mereka yang diamanahi kekuasaan dalam melindungi rakyat, Islam menawarkan konsep kepemimpinan yang berlandaskan amanah dan keadilan. Dalam pandangan Islam, negara dibangun atas prinsip ri‘âyah syu’ûn al-ummah—mengurus urusan rakyat dengan penuh tanggung jawab, bukan menjadikan kekuasaan sebagai alat kepentingan kelompok. Allah menegaskan kewajiban pemimpin untuk menegakkan amanah dan keadilan:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا ۝٥٨

“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian agar menyerahkan amanah kepada yang berhak menerima amanah itu. Jika kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kalian menetapkan hukum itu dengan adil.” (QS. Al-Nisâ’ [4]: 58)

 

بارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ.

أَقُولُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ.


الْخُطْبَةُ الثَّانِيَةُ

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَبَعْدُ:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.

Islam menetapkan arah kebijakan negara seharusnya tunduk pada syari’ah, bukan pada pengaruh politik atau oligarki. Kepemimpinan dalam Islam dipahami sebagai beban tanggung jawab, bukan privilese politik. Rasulullah ﷺ bersabda:

«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»

“Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim)

Konsep ini menuntut pemimpin hadir di garis depan untuk melayani, melindungi, dan memastikan terpenuhinya kebutuhan rakyat. Islam juga mengingatkan bahwa hukum selain syariah hanya menghasilkan ketidakadilan. Firman-Nya:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ ۝٥٠

“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Sistem hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi kaum yang yakin?” (QS. Al-Mâidah [5]: 50)

Dengan demikian, hanya syariah yang mampu membangun negara yang adil, aman, dan benar-benar berpihak pada rakyat. Dalam konteks penanganan bencana, sistem kepemimpinan Islam, al-Khilafah menggerakkan seluruh potensi negara—anggaran Baitul Mal, personel, logistik, dan kekuatan sosial umat—untuk menjaga nyawa dan kehormatan rakyat. Solidaritas masyarakat pun dimobilisasi secara terarah, selaras dengan sabda Nabi ﷺ :

«الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ»

“Kaum Muslim itu bersaudara. Ia tidak menzalimi saudaranya dan tidak membiarkan saudaranya itu (dalam kesusahan).” (HR. Al-Bukhari)

Dengan mekanisme syariah yang menyeluruh dan konsisten, negara menjadi pelindung sejati rakyat dalam kondisi apa pun. Inilah kebutuhan mendasar umat hari ini, bukan kepemimpinan demokrasi- kapitalis yang pragmatis dan transaksional serta terbukti tidak mampu menyejahterakan rakyat, wallâhu a’lam bi al-shawâb.

{إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا} ۝٥٦ [الأحزاب]

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِينَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِينَ.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ.

اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْبَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالزَّلَازِلَ وَالْمِحَنَ، وَسُوءَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيسِيَا خَاصَّةً، وَسَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِينَ عَامَّةً، يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.

وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِينَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ، وَاجْعَلْ كَلِمَتَكَ هِيَ الْعُلْيَا إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ.

{إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ} [النحل: ٩٠]


Dukung Lahirnya 1 Juta Dai Quran!

Jadilah bagian dari perjuangan dakwah ini dengan menjadi Orang Tua Asuh dalam program Beasiswa Dai Quran (BDQ).

📍 Kunjungi: cintaquran.center/orang-tua-asuh

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Update lain

Logo Cinta Quran Center

CintaQuran Center merupakan Pesantren Tahfizh Al-Quran yang terintegrasi dengan Program pendidikan kaderisasi untuk melahirkan Da’i yang siap menggemakan kecintaan Umat terhadap Al-Quran.

© Copyright CintaQuran®Center All Rights Reserved.