Menjemput Pertolongan Allah dengan Menolong Din-Nya
Khuthbah Ma’had Cinta Quran Center, Vol. 1/ No. 6 | Topik: Motivasi Dakwah
Download PDF: 6-Khuthbah CQC Vol. 1 No. 6 Menjemput Pertolongan Allah dengan Menolong Din-Nya[1]
الخطبة الأولى
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ، أوصيني وإياكم بتقو الله، وقد قال الله تعالى:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا {النساء: ١}
Hadirin jama’ah Jum’at -rahimakumullâh-
Menolong Dinullâh adalah upaya menjemput nashrullâh (pertolongan Allah), pertolongan bagi tegaknya Islam dalam kehidupan, dan pertolongan agar teguh di atas Islam. Amal agung ini bukan sembarang amal, melainkan amal yang wajib dilandasi keimanan, bahkan menjadi tuntutan keimanan, sebagaimana isyarat agung dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ {٧}
“Wahai orang-orang yang beriman jika kalian menolong (Din) Allah, maka Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian.” (QS. Muhammad [47]: 7)
Ayat ini secara kiasan menisbatkan pertolongan hamba-hamba-Nya kepada-Nya, padahal Allah Maha Kuasa atas segala perkara, tak membutuhkan pertolongan makhluk-Nya, untuk menunjukkan betapa agungnya amal menolong Din Allah (lihat: QS. Al-’Ankabût [29]: 6). Al-Imam Abu Ja’far al-Nahhas (w. 338 H) dalam I’râb al-Qur’ân (IV/119) menjelaskan bahwa ungkapan tersebut merupakan kiasan (majâz) yang disebutkan Allah namun maksudnya menolong Rasul-Nya, Dîn-Nya, syari’at-Nya, dan kelompok pembela Dîn-Nya (hizbullâh), sebagaimana ditegaskan pula al-Imam Al-Razi dalam Mafâtîh al-Ghaib (VIII/42).
Al-Syaikh Ibn al-’Utsaimin (w. 1421 H) dalam Syarh Riyâdh al-Shâlihîn (III/616) menjelaskan bahwa Allah melipatgandakan ganjaran perbuatan menolong Dinullâh: Pertama, Ganjaran yanshurkum (Allah menolong kalian), yakni Allah akan menolong kalian atas mereka yang memusuhi; Kedua, Ganjaran yutsabbit aqdâmakaum, (Allah meneguhkan kedudukan kalian), yakni Allah meneguhkan di atas Din-Nya. Menariknya, ungkapan agung yutsabbit aqdâmakum (Dia akan meneguhkan kaki-kaki kalian), merupakan bentuk kiasan (majâz mursal), yang dimaksud adalah keseluruhan diri orang yang Allah teguhkan (ithlâq al-juz’i wa irâdat al-kulli). Ketika pertolongan itu tiba, maka tiada makhluk-Nya yang mampu menghadangnya:
إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمْ ۖ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ ۗ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ {١٦٠}
“Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.” (QS. Âli Imrân [3]: 160)
Adalah baginda Rasulullah Saw, berpesan kepada Ibn ‘Abbas r.a. khususnya dan umat umumnya dengan pesan mendalam:
«احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ»
“Jagalah (Din) Allah, niscaya Dia akan menjagamu, jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu.” (HR. Al-Tirmidzi, Ahmad)
Kalimat ihfazhillâh merupakan majâz ‘menjaga Dinullâh’, yang karenanya Allah akan menjaga kemaslahatan dunia dan akhiratnya. Dimana ayat dan hadits di atas dijadikan al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali (w. 795 H) dalam Jâmi’ al-‘Ulûm wa al-Hikam (I/465) sebagai salah satu dalil kaidah:
الجزاء من جنس العمل
“Ganjaran amal itu sesuai dengan jenis amal perbuatan.”
Yakni siapa yang menjaga batasan-batasan syari’at Allah (hudûdullâh) dan hak-hak-Nya, maka Allah akan menjaganya. Ibn Rajab pun merinci (I/465-468) bahwa bentuk penjagaan Allah atas makhluk-Nya mencakup dua hal: Pertama, Penjagaan atas kemaslahatan dunianya, mencakup badan, anak keturunan, keluarga dan harta bendanya; Kedua, Penjagaan atas Dinnya. Ibn Rajab menuturkan:
متى كان العبد مشتغلا بطاعة الله، فإن الله يحفظه في تلك الحال
“Ketika seorang hamba sibuk dengan keta’atan kepada Allah, maka sesungguhnya Allah akan menjaganya dalam keadaan demikian.”
Al-Imam Ibn Hajar al-Haitami (w. 974 H) dalam Syarh al-Arba’în al-Nawawiyyah (hlm. 369) pun menjelaskan: “(Allah menjagamu) yakni menjaga dirimu, keluargamu, duniamu dan agamamu.” Menjelaskan hadits ini, Al-Syaikh Ibn al-’Utsaimin menuturkan bahwa ketika seseorang menjaga Dinullâh maka Allah akan menjaganya; menjaga dirinya, hartanya, keluarganya dan agamanya, dan ia menjadi hal terpenting: “Jika Allah menjaga Din Anda, maka Allah akan menyelamatkan Anda dari penyimpangan dan kesesatan, karena seseorang ketika mengambil petunjuk Islam, maka Allah akan menambah-nambahkan padanya petunjuk-Nya.” Sebagaimana firman-Nya:
وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ {١٧}
“Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan ketaqwaannya..” (QS. Muhammad [47]: 17)
Hal ini mengisyaratkan bahwa perbuatan menolong Dinullâh hakikatnya merupakan bentuk syukur seorang hamba mensyukuri nikmat beriman dan ber-Islam. Diperjelas wasiat para nabi dan rasul –’alayhim al-salâm-, Al-Syaikh ’Atha bin Khalil dalam Al-Taysîr fî Ushûl al-Tafsîr (hlm. 163-164) menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim a.s. menunaikan perintah Allah, dan tunduk patuh serta ikhlas kepada-Nya, ini yang beliau a.s. wasiatkan kepada anak-anaknya. Begitu pula wasiat Nabi Ya’qub a.s. terhadap anak-anaknya, agar senantiasa berpegang teguh terhadap Dinullâh, yang Allah pilih untuk mereka, dan agar mereka senantiasa berada dalam din ini hingga mereka diwafatkan Allah, dalam keadaan tunduk dan ta’at kepada-Nya, tak pernah berpaling dari keta’atan kepada Allah, tunduk dan ber-Islam. Allah pun berfirman menggambarkan kaum hawariyyîn-nya Nabi Isa a.s.:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا أَنْصَارَ اللَّهِ كَمَا قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيِّينَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ ۖ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ ۖ فَآمَنَتْ طَائِفَةٌ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَكَفَرَتْ طَائِفَةٌ ۖ فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَىٰ عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ {١٤}
“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?” Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: “Kamilah penolong-penolong agama Allah”, lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan lain kafir; maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang.” (QS. Al-Shaff [61]: 14)
Perbuatan menolong Dinullâh itu sendiri terealiasi ketika seorang muslim mempelajari Islam, mengamalkan dan mendakwahkannya serta membelanya dari berbagai tikaman kaum yang terpedaya. Hal ini meniscayakan seorang muslim pejuang untuk membekali dirinya dengan ketajaman pandangan (fikrah mustanîrah) melihat berbagai celah yang bisa merusak umat Islam, serta kesadaran mengidentifikasi akar masalah dan menghadirkan solusi Islam atasnya (al-wa’y al-siyâsî), sebagaimana karakter para pejuang Islam generasi teladan umat ini, Rasulullah Saw dan para sahabatnya, meneladani mereka adalah keberuntungan, Al-Imam al-Alusi (w. 1270 H) dalam Rûh al-Ma’âni (I/92) bertutur:
إِنْ لَمْ تَكُوْنُوْا مِنْهُمْ فَتَشَبَّهُوْا * إِنَّ التَّشَبَّهَ بِالكِرَامِ فَلاح
“Meskipun kalian belum seperti mereka maka serupailah * karena sesungguhnya menyerupai orang-orang yang mulia merupakan keberuntungan.”
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
الخطبة الثانية
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين وبعد
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالمُسْلِمِيْن، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ فاَذْكُرُوا اللهَ العَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ