Cinta Quran Center Kedatangan Syaikh Dr. Ahmed Saad Al-Azhari: Nasihat untuk Penuntut Ilmu
Jumat malam, 26 September 2025, Aula Cinta Quran Center menjadi saksi pertemuan hangat bersama tamu yang istimewa, Syaikh Dr. Ahmed Saad Al-Azhari, ulama asal Mesir yang kini menetap di Inggris dan menjadi pendiri Ihsan Institute. Kunjungan beliau ke CQC diisi dengan tausiyah bertema nasihat untuk penuntut ilmu, yang diikuti secara khidmat oleh seluruh mahasantri dan mahasantriwati.
Acara dibuka dengan pengenalan narasumber oleh Muhammad Ru’yan, mahasantri CQC, yang memperkenalkan Syaikh menggunakan bahasa Arab. Suasana langsung cair ketika Syaikh menimpali nama “Ru’yan” dengan gurauan tentang isim mutsanna, hingga bercanda bahwa mungkin salah satu “Ru’yan” adalah temannya dari kalangan jin. Tawa santri pun pecah, menandai awal acara yang penuh ilmu sekaligus keakraban.
Dalam tausiyahnya, Syaikh Saad menegaskan bahwa perbedaan manusia dengan hewan adalah akal. Akal inilah yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin dengan cara menuntut ilmu. Beliau menekankan bahwa seorang penuntut ilmu perlu mengetahui prioritas dalam pendalaman ilmu. “Jika seorang santri ingin menjadi qari, maka cukup fokus pada ilmu yang mendukungnya, seperti tajwid, hafalan matan Jazari, atau nidzham Tuhfatul Athfal. Tidak perlu memaksakan diri mendalami semua bidang sekaligus,” jelas beliau.
Lebih jauh, Syaikh menggambarkan bahasa Arab sebagai sebuah keluarga besar dengan cabang-cabang ilmu layaknya silsilah keluarga. Ia mengingatkan bahwa setiap orang punya jalan rizkinya sendiri dalam menuntut ilmu. “Ilmu itu rizki, bisa jadi Allah bukakan untuk seseorang di satu bidang, tapi tidak di bidang lain. Karena itu, seorang dianggap pintar bukan dari banyaknya buku yang ia baca, tapi seberapa mutqin ia dalam salah satunya,” pesannya.
Beliau juga menekankan pentingnya kesungguhan dalam belajar. “Empat alat ilmu yang harus dimiliki penuntut ilmu adalah guru yang membuka, buku yang tepat, akal yang unggul, dan kesungguhan yang terus-menerus,” ujar beliau sambil menambahkan, “Ilmu itu seperti lautan luas, ambillah yang terbaik darinya dan jangan mendengki pada orang lain atas ilmunya.”
Suasana kian hidup dalam sesi tanya jawab. Santri dan santriwati mengajukan pertanyaan seputar ilmu, termasuk satu pertanyaan tentang bagaimana Islam memandang perkembangan teknologi modern, khususnya kecerdasan buatan (AI). Dengan rendah hati, Syaikh menjawab satu per satu, membuktikan keluasan wawasan sekaligus kerendahan hatinya.
Menjelang akhir acara, beliau mendoakan para santri agar istiqamah dalam menuntut ilmu dan kelak dapat bertemu kembali di surga. Acara ditutup dengan sesi foto bersama, meninggalkan kesan mendalam bahwa malam itu bukan sekadar kunjungan, melainkan momentum berharga untuk meneguhkan semangat belajar dan berdakwah.