Hukuman dalam Pendidikan Islam: Bolehkah dengan Kekerasan?
Ust. Raden Ageung Suriabagja, S.H.I., M.Ag | Student Development Manager Cinta Quran Center
Peristiwa terbaru tentang hukuman terhadap siswa yang dilakukan dengan kekerasan kembali memunculkan perdebatan di dunia pendidikan. Kasus ini bahkan berujung pada pencopotan sementara kepala sekolah, hingga menimbulkan protes dari orang tua dan siswa. Terlepas dari pro dan kontra peristiwa tersebut, ada hal penting yang perlu dikaji bersama: “apakah dalam pendidikan boleh ada hukuman, dan apakah hukuman itu boleh dilakukan dengan kekerasan?”
Hukuman dalam Perspektif Islam
Dalam prinsip pendidikan Islam, hukuman memang ada, namun ia merupakan langkah terakhir setelah berbagai upaya pendidikan lainnya ditempuh. Terlebih lagi, kekerasan secara fisik maupun verbal tidak pernah menjadi bagian dari ajaran Islam.
Pokok pendidikan dalam Islam adalah kelembutan dan kasih sayang. Rasulullah ﷺ bersabda kepada Aisyah r.a.:
مَهْلًا يا عَائِشَةُ، عَلَيْكِ بالرِّفْقِ، وإيَّاكِ والعُنْفَ، أوِ الفُحْشَ
“Tahanlah dirimu, wahai Aisyah. Hendaklah engkau bersikap lembut dan jauhilah kekerasan serta perkataan yang kasar.” (HR Bukhari)
Hadis ini menegaskan bahwa kelembutan adalah landasan utama dalam mendidik. Hukuman tidak boleh menjadi metode utama, melainkan pilihan terakhir setelah semua pendekatan lembut ditempuh.
Metode Pendidikan dalam Islam
Sebelum sampai pada hukuman, ada beberapa unsur dalam metode pendidikan yang harus dipenuhi terlebih dahulu, di mana hukuman hanyalah salah satu bagian darinya.
1. Keteladanan. Pendidikan dimulai dari contoh nyata. Allah ﷻ berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ ٢
“Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah suri teladan yang baik bagimu.”* (QS. Al-Ahzab: 21)
Rasulullah ﷺ mengajarkan dengan perbuatan sebelum perkataan. Guru dan orang tua harus menjadi cerminan dari nilai-nilai yang diajarkan, karena “perbuatan lebih fasih daripada kata-kata.”
2. Pembiasaan. Anak lahir dalam keadaan fitrah, cenderung pada kebaikan. Tugas orang tua dan guru adalah membiasakan anak pada perilaku baik: beribadah, beradab, sopan, dan santun. Tanpa pembiasaan, fitrah itu bisa teralihkan pada keburukan.
3. Nasihat. Jika anak atau siswa melakukan kekeliruan, maka diarahkan dengan nasihat. Luqman menasihati anaknya agar tidak berbuat syirik karena itu adalah kezaliman besar. Dalam konteks ini, orang tua dan guru tidak boleh ragu berkata “tidak” terhadap yang salah. Nasihat yang jelas dan tegas menjadi bentuk kasih sayang dan tanggung jawab moral.
4. Pengawasan. Pendidikan juga memerlukan pengawasan dan pendampingan. Anak perlu dikontrol, dievaluasi, dan diarahkan ketika terjadi kekeliruan. Pengawasan memastikan nasihat tidak berhenti di kata-kata, tetapi diterapkan dalam perilaku.
5. Hukuman (Sebagai Langkah Terakhir). Hukuman hanya dilakukan setelah semua pendekatan di atas tidak berhasil. Rasulullah ﷺ bersabda:
مُرُوا أولادكمِ بالصلاةِ وهم أبناءُ سبعِ سِنينَ، واضرِبوهم عليها وهم أبناءُ عَشرٍ، وفرِّقوا بينهم في المَضاجِعِ
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan salat ketika berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika tidak melaksanakannya) ketika berumur sepuluh tahun.” (HR. Abu Dawud)
Hadis ini menunjukkan adanya hukuman berbentuk pukulan dalam pendidikan Islam. Namun demikian, hukuman fisik (pukulan) tersebut ditujukan bukan untuk menyakiti, melainkan untuk pendidikan dan perbaikan atas kesalahan.
Kaidah-Kaidah dalam Pemberian Hukuman
Jika hukuman fisik / pukulan terpaksa harus dilakukan, Islam memberikan sejumlah batasan moral dan etis:
- Tidak dilakukan dalam keadaan marah. Marah menutup akal dan bisa menimbulkan tindakan berlebihan.
- Tidak memukul bagian tubuh yang vital, seperti wajah, kepala, dada, atau perut. Hal ini untuk menghindari bahaya fisik dan menjaga kehormatan anak. Maka dari itu, menampar, memukul kepala, atau menonjok, tidak diperbolehkan dalam Islam.
- Pukulan tidak boleh keras atau menyakitkan. Hukuman harus bersifat simbolik, bukan menyiksa. Barulah jika tidak memubuat jera, level hukuman dinaikkan secara bertahap.
- Tidak diberikan kepada anak di bawah usia 10 tahun. Sebab bahkan dalam urusan ibadah seperti salat, Nabi ﷺ hanya membolehkan hukuman setelah usia tersebut.
- Tidak boleh menyuruh orang lain memukul. Guru atau orang tua yang bersangkutan harus melakukannya sendiri — bila benar-benar perlu —, jangan menyuruh teman atau saudara untuk melakukannya, untuk menghindari timbulnya dendam atau perpecahan antar teman/saudara.
Penutup
Dari semua uraian tersebut, jelas bahwa pendidikan Islam menempatkan kelembutan sebagai asas, dan hukuman hanya sebagai pengecualian. Tujuan hukuman bukanlah untuk memberi penderitaan, tetapi untuk memperbaiki perilaku.
Kekerasan tidak pernah menjadi solusi dalam pendidikan. Justru kasih sayang, keteladanan, dan kesabaran adalah kunci membentuk generasi yang berakhlak mulia, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ.
Dukung Lahirnya 1 Juta Dai Quran!
Jadilah bagian dari perjuangan dakwah ini dengan menjadi Orang Tua Asuh dalam program Beasiswa Dai Quran (BDQ).
📍 Kunjungi: cintaquran.center/orang-tua-asuh


